Mencari Calon Eksekutif di Antara Fresh Graduate
No. 35 - Februari 2007
Persaingan antar perusahaan di berbagai industri di era globalisasi ini layaknya persaingan di arena lari maraton. Seperti layaknya pelari yang dituntut harus memiliki stamina dan kecepatan agar bisa mencapai garis finish, perusahaan juga membutuhkan karyawan yang kreatif, enerjik, segar dan tahan banting untuk memenangi persaingan atau setidaknya mencapai target yang digariskan.
Bila seorang pelari ingin mencapai sekedar garis finish ia membutuhkan stamina dan ketahanan fisik untuk menyelesaikan lomba. Namun bila ia ingin juara ada satu faktor lagi yang harus dimiliki yaitu kecepatan. Hal yang sama juga dialamai perusahaan dimana saat ini kita berada diera yang membutuhkan kecepatan untuk memenangi persaingan. Disinilah kita akan melihat peran yang sangat signifikan dari divisi HRD dalam pencapaian perusahaan. Strategi perekrutan dan pengembangan karyawan bisa menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah perusahaan.
Menghadapi hal ini tentunya setiap perusahaan memiliki strategi dan kebijakan masing-masing. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan merekrut freshgraduate. Salah satu contohnya yaitu Trans Corp yang memakai strategi untuk merekrut fresh graduate untuk mengarungi persaingan industri televisi nasional. Dan terbukti saat ini Trans TV sebagai salah satu bagian dari Trans Corp mengakui bahwa tenaga-tenaga muda tersebut menjadi faktor kesuksesan mereka menjadi stasiun televisi nomor dua terbesar di tanah air.
Perekrutan fresh graduate sebenarnya bisa juga dijadikan sebagai ajang untuk mencari calon eksekutif sebagai salah satu program succession planning perusahaan. “Untuk mencetak orang seperti itu itu dikaitkan banyak sekali dalam berbagai program seperti program officer development, dan lain-lain”, ujar Andi Mohammad Hatta, President Director PT. John Clements Consultant Indonesia saat ditemui HC beberapa waktu lalu. Ia berpendapat bahwa untuk mencari sosok yang bisa dicalonkan untuk menduduki kursi eksekutif di perusahaan pertama kali yang harus dilakukan adalah mengidentify.
Dari para fresh graduate tersebut ia mengkategorikan orang yang punya kapasitas tanpa batas sebagai orang yang nantinya akan menjadi top eksekutif. Selain itu menurut Andi, yang tak kalah penting-nya orang itu harus punya karakter leadership yang kuat. “Dia harus punya leadership agar bisa memimpin dengan benar. Karena meskipun dia bisa datangkan konsultan, tapi dia mesti punya visi kedepan bagaimana membangun perusahan itu kedepan. itu yang saya sebutkan leadership”, tegasnya. Selain itu, Andi berpendapat bahwa orang ini harus mampu memotivasi agar orang-orang yang menjadi anak buahnya bisa melihat bahwa visinya benar-benar workable.
Andi menjelaskan bahwa calon leader tersebut bisa dilihat secara tersirat. “Itu kelihatan kok. Kalau dia punya talent seorang leader confidence nya kelihatan. Secara langsung atau tidak langsung orang lain mengikuti apa yang dia katakan”. Dari situ Andi bisa melihat bahwa orang tersebut sudah punya modal sebagai calon eksekutif dan tinggal dibentuk dengan memberikan pendidikan yang tepat.
Andi yang juga menjabat sebagai komisaris bank Niaga ini memaparkan strateginya bahwa setelah ia berhasil mengidentify orang yang tepat maka selanjutnya dia memberikan program yang tepat untuk pengembangan kemampuannya. “Bila kita telah mengidentify orang tersebut, kita bisa mempercepat programnya. Kalau mestinya orang ini selesai 4-5 tahun untuk menjadi leader mungkin bisa dipotong menjadi 3 tahun. Tetapi tetap melewati satu program, nggak bisa langsung begitu”, ujarnya.
Fresh graduate sebagai eksekutif?
Untuk mencari seorang eksekutif Andi melihat bahwa perlu proses yang panjang dan tidak bisa dilakukan begitu saja. Jadi ia berpendapat jangan sekali-kali menempatkan seorang fresh graduate untuk langsung duduk di posisi tersebut. Ia menilai meskipun orang tersebut lulusan terbaik dengan status cumlaude dari universitas terbaik sekalipun tetap saja hal itu tidak menjamin dia akan sukses memimpin perusahaan. “Kalau baru tamat dari university, belum pernah punya pekerjaan sebelumnya lalu ingin jadi top eksekutif. Ingat ya bahwa yang namanya top eksekutif itu kan mesti membuat keputusan dan keputusannya itu benar-benar mengikat perusahaannya. Lalu image. Anda bayangkan kalau ada eksekutif masih hanya teori aja dikepalanya. Dia kan harus berbicara dengan eksekutif lain yang berpengalaman.”, lanjut Andi.
Andi menilai bahwa pengalaman sangat penting sebelum seseorang duduk diposisi top eksekutif. “Jadi kesimpulannya kalau baru tamat hari ini dan sebelumnya nggak punya pengalaman, berarti sebuah kesalahan sangat besar itu”, tambahnya. Oleh karena itu menurutnya terlalu cepat kalau seorang fresh graduate langsung menjadi top eksekutif. Karena harus ada training yang dilakukan, pengalaman yang dia mesti alami dan culture perusahaan yang dia mesti mengerti.
Menurut Andi pendidikan bukan jaminan dan bisa saja seseorang menjadi top eksekutif walaupun tidak melalui pendidikan tinggi asalkan dia punya bakat sebagai pemimpin. “Kadang-kadang ada yang lulus SMA kemudian masuk perusahaan dan step by step dia bisa jadi presiden direktur. Ada yang begitu. Untuk menjadi seorang leader nggak perlu dari perguruan tinggi. Tetapi cara dia membentuk karirnya sampai menjadi top eksekutif, dia pertama masuk menjadi karyawan biasa, naik jadi junior officer, naik ke kepala cabang, dan seterusnya” ujarnya.
Namun bukan berarti tidak ada fresh graduate yang menjadi top eksekutif. Di perusahaan keluarga kondisi ini mungkin saja terjadi. Namun Andi mengingatkan bahwa hal itu tidak bisa dilakukan begitu saja. “Nggak mungkin dia baru tamat university langsung dilepas. Itu diawasi terus oleh bapaknya sampai dia benar-benar dianggap oke. Kalau tidak begitu sebentar lagi jadi ambrol perusahannya. Tapi mungkin aja ada hal itu terjadi”, serunya. (adt)
http://www.portalhr.com/majalah/edisiterbaru/strategi/1id562.html
No. 35 - Februari 2007
Persaingan antar perusahaan di berbagai industri di era globalisasi ini layaknya persaingan di arena lari maraton. Seperti layaknya pelari yang dituntut harus memiliki stamina dan kecepatan agar bisa mencapai garis finish, perusahaan juga membutuhkan karyawan yang kreatif, enerjik, segar dan tahan banting untuk memenangi persaingan atau setidaknya mencapai target yang digariskan.
Bila seorang pelari ingin mencapai sekedar garis finish ia membutuhkan stamina dan ketahanan fisik untuk menyelesaikan lomba. Namun bila ia ingin juara ada satu faktor lagi yang harus dimiliki yaitu kecepatan. Hal yang sama juga dialamai perusahaan dimana saat ini kita berada diera yang membutuhkan kecepatan untuk memenangi persaingan. Disinilah kita akan melihat peran yang sangat signifikan dari divisi HRD dalam pencapaian perusahaan. Strategi perekrutan dan pengembangan karyawan bisa menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah perusahaan.
Menghadapi hal ini tentunya setiap perusahaan memiliki strategi dan kebijakan masing-masing. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan merekrut freshgraduate. Salah satu contohnya yaitu Trans Corp yang memakai strategi untuk merekrut fresh graduate untuk mengarungi persaingan industri televisi nasional. Dan terbukti saat ini Trans TV sebagai salah satu bagian dari Trans Corp mengakui bahwa tenaga-tenaga muda tersebut menjadi faktor kesuksesan mereka menjadi stasiun televisi nomor dua terbesar di tanah air.
Perekrutan fresh graduate sebenarnya bisa juga dijadikan sebagai ajang untuk mencari calon eksekutif sebagai salah satu program succession planning perusahaan. “Untuk mencetak orang seperti itu itu dikaitkan banyak sekali dalam berbagai program seperti program officer development, dan lain-lain”, ujar Andi Mohammad Hatta, President Director PT. John Clements Consultant Indonesia saat ditemui HC beberapa waktu lalu. Ia berpendapat bahwa untuk mencari sosok yang bisa dicalonkan untuk menduduki kursi eksekutif di perusahaan pertama kali yang harus dilakukan adalah mengidentify.
Dari para fresh graduate tersebut ia mengkategorikan orang yang punya kapasitas tanpa batas sebagai orang yang nantinya akan menjadi top eksekutif. Selain itu menurut Andi, yang tak kalah penting-nya orang itu harus punya karakter leadership yang kuat. “Dia harus punya leadership agar bisa memimpin dengan benar. Karena meskipun dia bisa datangkan konsultan, tapi dia mesti punya visi kedepan bagaimana membangun perusahan itu kedepan. itu yang saya sebutkan leadership”, tegasnya. Selain itu, Andi berpendapat bahwa orang ini harus mampu memotivasi agar orang-orang yang menjadi anak buahnya bisa melihat bahwa visinya benar-benar workable.
Andi menjelaskan bahwa calon leader tersebut bisa dilihat secara tersirat. “Itu kelihatan kok. Kalau dia punya talent seorang leader confidence nya kelihatan. Secara langsung atau tidak langsung orang lain mengikuti apa yang dia katakan”. Dari situ Andi bisa melihat bahwa orang tersebut sudah punya modal sebagai calon eksekutif dan tinggal dibentuk dengan memberikan pendidikan yang tepat.
Andi yang juga menjabat sebagai komisaris bank Niaga ini memaparkan strateginya bahwa setelah ia berhasil mengidentify orang yang tepat maka selanjutnya dia memberikan program yang tepat untuk pengembangan kemampuannya. “Bila kita telah mengidentify orang tersebut, kita bisa mempercepat programnya. Kalau mestinya orang ini selesai 4-5 tahun untuk menjadi leader mungkin bisa dipotong menjadi 3 tahun. Tetapi tetap melewati satu program, nggak bisa langsung begitu”, ujarnya.
Fresh graduate sebagai eksekutif?
Untuk mencari seorang eksekutif Andi melihat bahwa perlu proses yang panjang dan tidak bisa dilakukan begitu saja. Jadi ia berpendapat jangan sekali-kali menempatkan seorang fresh graduate untuk langsung duduk di posisi tersebut. Ia menilai meskipun orang tersebut lulusan terbaik dengan status cumlaude dari universitas terbaik sekalipun tetap saja hal itu tidak menjamin dia akan sukses memimpin perusahaan. “Kalau baru tamat dari university, belum pernah punya pekerjaan sebelumnya lalu ingin jadi top eksekutif. Ingat ya bahwa yang namanya top eksekutif itu kan mesti membuat keputusan dan keputusannya itu benar-benar mengikat perusahaannya. Lalu image. Anda bayangkan kalau ada eksekutif masih hanya teori aja dikepalanya. Dia kan harus berbicara dengan eksekutif lain yang berpengalaman.”, lanjut Andi.
Andi menilai bahwa pengalaman sangat penting sebelum seseorang duduk diposisi top eksekutif. “Jadi kesimpulannya kalau baru tamat hari ini dan sebelumnya nggak punya pengalaman, berarti sebuah kesalahan sangat besar itu”, tambahnya. Oleh karena itu menurutnya terlalu cepat kalau seorang fresh graduate langsung menjadi top eksekutif. Karena harus ada training yang dilakukan, pengalaman yang dia mesti alami dan culture perusahaan yang dia mesti mengerti.
Menurut Andi pendidikan bukan jaminan dan bisa saja seseorang menjadi top eksekutif walaupun tidak melalui pendidikan tinggi asalkan dia punya bakat sebagai pemimpin. “Kadang-kadang ada yang lulus SMA kemudian masuk perusahaan dan step by step dia bisa jadi presiden direktur. Ada yang begitu. Untuk menjadi seorang leader nggak perlu dari perguruan tinggi. Tetapi cara dia membentuk karirnya sampai menjadi top eksekutif, dia pertama masuk menjadi karyawan biasa, naik jadi junior officer, naik ke kepala cabang, dan seterusnya” ujarnya.
Namun bukan berarti tidak ada fresh graduate yang menjadi top eksekutif. Di perusahaan keluarga kondisi ini mungkin saja terjadi. Namun Andi mengingatkan bahwa hal itu tidak bisa dilakukan begitu saja. “Nggak mungkin dia baru tamat university langsung dilepas. Itu diawasi terus oleh bapaknya sampai dia benar-benar dianggap oke. Kalau tidak begitu sebentar lagi jadi ambrol perusahannya. Tapi mungkin aja ada hal itu terjadi”, serunya. (adt)
http://www.portalhr.com/majalah/edisiterbaru/strategi/1id562.html
No comments:
Post a Comment