Ilmu linguistik dapat dibagi menjadi 2 yaitu linguistik tradisional dan linguistik strukturals. Inguistik tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantic sedangkan linguistic strukturais mengkaji berdasarkan struktur atau cirri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Linguistic tradisional dibagi menjadi 5 dekade dimana setiap periode tersebut mempunyai perbedaan atau ciri yang khas. Pertama pada abad 5 sebelum masehi hingga abad 2 M terdapat teori linguistic zaman Yunani. Masalah yang sering dibahas yaitu pertentangan antara fisis dan nomos serrta pertentangan antara anomali dengan analogi. Sesudah zaman Yunani muncul kaum Sophis yang kemudian disusul oleh teori Plato. Kaum Sophis lebih menekankan pengklarifisian bentuk kalimat, ia membagi kalimat menjadi kalimat tanya, perintah, jawab, narasi,laporan, doa dan undangan. Plato merupakan orang yang pertama membedakan kata dalam onoma dan rhema. Aristoteles yang merupakan murid dari Plato tak mau ketinggalan, ia menambah teori dari guruya dengan menambah satu kelas lagi yaitu syndesmci. Sesudah itu muncul kaum Stoik yang diperkirakan beredar abad 4 SM, dimana mereka lebis spesifik lagi dalam membagi jenis kata dan membedakan kata kerja. Selain keempat periode tersebut masih terdapat satu teori lagi yang dipopolerkan oleh kaum Alexandrian yang menganut paham analogi dalam studi bahasa. Pada linguistic tradisional itu sendiri selain zaman Yunani juga ada zaman pertengahan, zaman Romawi, zaman Renaisans, dan menjelang lahirnya linguistic modern. Linguistic strukturalis lebih berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat yang dimiliki bahasa itu. Ferdinand de Saussure merupakan Bapak linguistic modern. Ia telah menelaah sinkronik dan diakronik, langue dan parole, significant dan signifie serta hbungan sintagmatik dan paradigmatic. Pada tahun 1926 terdapat aliran Praha yang membedakan fonetik dan fonologi. Di Denmark lahir sebuah aliran Glosematik yang Analisis bahasa dimulai dari wacana keudian ujaran itu dianalisis atas konstituen yang mempunyai hubungan paradigmatic dalam rangka forma, substansi, ungkapan, dan isi. Tak mau kalah di London juga mempopulerkan aliran Firthian atau bisa disebut dengan aliran prosodi yaitu suatu cara untuk menentukan arti pada tatanan fonetis.murid dari Firth yang bernama M.A.K Halliday mengembangkan teori gurunya mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.
Pada tahun 1877-1949 oleh Leonard Bloomfield diperkenalkan aliran strukturalis Amerika, strukturalis ini lebih komplek karena dapat dimasukkan ke semua aliran linguistic. Terkhir muncul aliran tagmemik arti tagmem disini ialah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot sebagai sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
ALIRAN TRADISIONAL Perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai pada abad IV Sebelum Masehi yaitu ketika Plato membagi jenis kata dalam bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan yaitu onoma dan rhema. Onoma merupakan jenis kata yang menjadi pangkal pernyataan atau pembicaraan. Sedangkan rhema merupakan jenis kata yang digunakan mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan. Secara sederhana onoma dapat disejajarkan dengan kata benda dan rhema dapat disejajarkan dengan kata sifat atau kata kerja. Pernyataan yang dibentuk onoma dan rhema dikenal dengan istilah proposisi. Penggolongan kata tersebut kemudian disusul dengan kemunculan tata bahasa Latin karya Dyonisisus Thrax dalam bukunya ”Techne Gramaticale” (130 M). Dengan demikian pelopor aliran tradisionalisme adalah Plato dan Aristoteles. Tokoh-tokoh yang menganut aliran
ini antara lain; Dyonisisus Thrax, Zandvoort, C.A. Mees, van Ophuysen, RO Winstedt, Raja Ali Haji, St. Moh. Zain, St. Takdir Alisyahbana, Madong Lubis, Poedjawijatna, Tardjan hadidjaja. Aliran ini merupakan aliran tertua namun karena ketaatannya pada kaidah menyebabkan aliran ini tetap eksis di zaman apapun. Ciri-ciri aliran ini antara lain: 1. Bertolak dari landasan pola pikir filsafat 2. Pemerian bahasa secara historis 3. Tidak membedakan bahasa dan tulisan. Teori ini mencampuradukkan pengertian bahasa dan tulisan sehingga secara otomatis mencampuradukkan penegrtian bunyi dan huruf. 4. Senang bermain dengan definisi. Hal ini karena pengaruh berpikir secara deduktif yaitu semua istilah didefinisikan baru diberi contoh alakadarnya. 5. Pemakaian bahasa berkiblat pada pola/kaidah. Bahasa yang mereka pakai adalah bahasa tata bahasa yang cenderung menghakimi benarsalah pemakaian bahasa, tata bahasa ini disebut juga tata bahasa normatif. 6. Level-level gramatikal belum rapi, tataran yang dipakai hanya pada level huruf, kata, dan kalimat. Tataran morfem, frase, kalusa, dan wacana belum digarap. 7. Dominasi pada permasalahan jenis kata
Pada awalnya kata dibagi menjadi onoma dan rhema (Plato) lalu dikembangkan oleh Aristoteles menjadi onoma, rhema, dan syndesmos. Kemudian pada masa tradisionalisme ini kata sudah dibagi menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, artikel, verba, adverbia, preposisi, partisipium, dan konjungsi. Pada abad peretngahan Modistae membagi kata menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, partisipium, verba, adverbia, preposisi, konjungsio, dan interjeksi. Pada zaman renaisance kata kembali dibagi menjadi tujuh nomina, pronomina, partisipium, adverbia, preposisi, konjungsi, dan interjeksi. Perkembangan jenis kata di Belanda dibagi menjadi sepuluh yaitu nomina, verba, pronomina, partisipium, adverbia, adjektiva, numeralia, preposisi, konjungsi, interjeksi, dsan artikel. Keunggulan Aliran Tradisional a. Lebih tahan lama karena bertolak dari pola pikir filsafat b. Keteraturan penggunaaan bahasa sangat
dibanggakan karena berkiblat pada bahasa tulis baku c. Mampu menghasilkan generasi yang mempunyai kepandaian dalam menghafal istilah karena aliran ini sengan bermain dengan definisi d. Menjadikan para penganutnya memiliki
pengetahuan tata bahasa kareana pemakaian bahasa berkiblat pada pola atau kaidah e. Aliran ini memberikan kontribusi besar terhadap pergerakan prinsip yang benar adalah benar walaupun tidak umum dan yang salah adalah salah meskipun banyak penganutnya. Kelemahan Aliran Tradisional
a. Belum membedakan bahasa dan tulisan sehingga pengertian bahasa dan tulisan masih kacau b. Teori ini tidak menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan. c. Pemakaian bahasa berkiblat pada pola/kaidah sehingga meskipun pandai dalam teori bahasa tetapi tidak mahir dalam berbahasa di masyarakat. d. Level gramatikalnya belum rapi karena hanya ada tiga level yaitu huruf, kata, dan kalimat. e. Pemerian bahasa menggunakan pola bahasa Latin yang sangat berebda dengan bahasa Indonesia f. Permasalahan tata bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of speech), sehingga ruang lingkup permasalahan masih sangat sempit. g. Pemerian bahasa berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya sebagian dari ragam bahasa yang ada. h. Objek kajian hanya sampai level kalimat sehingga tidak komunikatif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Apa untungnya perhiasan disepuh dan di lapis?? Dua-duanya menguntungkan, kalau kita menginginkan perhiasan murah tapi serupa e...
-
Cara yang paling baik untuk akhir kehidupan kita adalah hidup untuk orang lain. Itulah yang saya coba lakukan. John D Rockefeller Hanya pend...
No comments:
Post a Comment