Bahaya Kolaborasi Ulama dan Penguasa Zalim*
August 22, 2011
Khutbah ‘Idul Fithri 1432 H/ 2011 M
Bahaya Kolaborasi Ulama dan Penguasa Zalim*
Oleh Irfan S. Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ,أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأُمَّتِهِ الْمُطِيْعِيْنَ. قال تعالي: يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيْمًا.أَمَّا بَعْدُهُ : أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ… اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاَ , لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ , لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
MENGAWALI khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memuji kebesaran Ilahy yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah agama, shalat Idul Fithri di tempat ini. Kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan bagi makhluk ciptaan-Nya dalam mengarugi kehidupan dunia ini. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para shahabat, tabi’it-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti beliau hingga hari kiamat.
Kemudian, sebagai khatib pada kesempatan Idul Fitri 1432 H ini, perkenankan kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah Swt. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar kita menjadi manusia ideal menurut Islam. Yakni, menjadi manusia mulia dan dimuliakan oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat [49] : 13)
Dewasa ini, sedikit orang yang menjadikan taqwa sebagai agenda hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah naungan syari’at Allah. Kebanyakan manusia, program hidupnya adalah hal-hal duniawiah: bisnisnya lancarnya, anak-anaknya dapat sekolah tingi, deposito bank terus bertambah, rumah dan kendaraan tercukupi dan semacamnya. Tidak berupaya, bagaimana menjadikan hidupnya bermakna untuk dunia-akhiratnya, dan menjadikan anak-anaknya hidup dewasa dalam ketaatan pada Allah Swt. Maka marilah kita bersungguh-sungguh di dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, semoga amalan kita di bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, kelak menjadi saksi yang menguntungkan dan meringankan beban kita di akhirat.
الله اكبر الله اكبر و لله الحمد
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Sebagai Muslim, kita sangat merindukan kembalinya kejayaan Islam, agar dapat menciptakan dunia yang penuh kedamaian, kesejahteraan, kasih sayang, keadilan dan persatuan bagi segenap umat manusia. Berjuta-juta umat Islam dewasa ini siap menerima apapun yang sesuai dengan ajaran Islam, demi mendapatkan keridhaan Allah Swt.
Akan tetapi keinginan ini cepat berubah manakala diseru supaya melaksanakan syari’at Islam dalam urusan pribadi, keluarga, negara, relasi-relasi bisnis, lembaga pendidikan, dan di segala aspek kehidupan. Alasaannya: “Negara kita bukan Negara Islam, lebih baik kita abaikan dulu untuk sementara waktu menunggu momentum yang tepat agar kita tidak dicurigai.”
Kenyataannya, umat Islam masih suka menonton dirinya sendiri melalui tayangan musuh-musuh Islam. Umat Islam terombang ambing diantara penilaian orang lain. Bahkan, untuk menilai sesama saudara Muslim, apakah termasuk golongan radikal, moderat, ataukah liberal, kita menggunakan kacamata orang kafir. Padahal, selamanya orang-orang kafir tidak pernah menyukai Islam, dan akan terus membuat makar untuk mendiskreditkan dakwah Islam.
Baru-baru ini, orang-orang kafir kembali mendiskreditkan ajaran Islam. Pada bulan Juli 2011, parlemen Belanda mengesahkan UU larangan menyembelih hewan sesuai Syari’at Islam, dianggap melanggar hak asasi kehewanan. Penindasan terhadap umat Islam terus berlanjut. Di Prancis, Inggris, wanita muslimah dilarang mengenakan jilbab di tempat umum, dan sebelumnya di Swis dilarang membangun menara masjid. Sebelumnya, di California, AS, warganya dilarang khitan/sunat. Siapa saja yang melakukan sunat akan di denda seribu dollar. Sementara di Indonesia, kaum kesetaraan gender menuntut supaya pemerintah mengesahkan UU yang melarang sunat bagi wanita karena dianggap diskriminatif dan mengurangi kenikmatan seksual wanita.
Atas nama demokrasi, orang-orang kafir menggunakan otoritas negara untuk mendiskreditkan Islam dan memusuhi kaum Muslim. Diskriminasi seperti ini justru digunakan untuk mengintimaidasi umat Islam, agar tidak mengamalkan syari’at Islam. Mereka menggambarkan, seolah-olah Islam adalah agama yang telah kehilangan relevansinya untuk terus dipertahankan di era globalisasi ini.
Anehnya, sikap orang-orang kafir terhadap Islam mempengaruhi sikap umat Islam terhadap agamanya sendiri. Sehingga, tokoh-tokoh Islam melakukan negosiasi kebenaran Islam, atas nama toleransi dan hak asasi. Mereka menetapkan manakah di antara ajaran Islam yang boleh dikerjakan dan mana yang harus dinegosiasi dengan orang-orang kafir. Dalam urusan ibadah mereka tidak ikut campur. Tapi jangan bicara jihad, karena itu sumber kekerasan. Jangan ngotot dengan formalisasi syari’at Islam, yang penting substansinya, tidak perlu negara Islam karena Rasulullah tidak pernah menentukan bentuk negara, dllnya.
Wahai kaum Muslimin, dengarlah firman Allah ini:
وَأَنْ أَتْلُوَ الْقُرْآنَ ۖ فَمَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن ضَلَّ فَقُلْ إِنَّمَا أَنَا مِنَ الْمُنذِرِينَ
“Aku diperintahkan untuk membacakan Al-Qur’an kepada semua manusia: “Siapa saja yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya, berarti dia telah mengusahan kebaikan bagi dirinya sendiri. Dan siapa saja yang menolak Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, maka katakanlah kepada mereka, “Aku diutus hanya untuk menyampaikan peringatan Allah kepada kalian.” (QS. An-Naml [27] : 92)
Fenomena yang kini sangat dominan membelenggu kaum Muslimin, bahwa menegakkan kehidupan berbasis Islam seakan ancaman bagi keutuhan negara. Ada juga di kalangan umat Islam yang salah paham terhadap ajaran Allah Rabbul Alamin. Bila Allah Swt memerintahkan suatu perbuatan tertentu, mereka menganggap akan merugikan dan menyusahkan hidupnya, sedang bila dilarang mengerjakan tindakan tertentu, justru melanggar larangan dianggap menguntungkan dirinya.
Mengapa keanehan semacam ini menimpa kaum Muslim? Rasulullah Saw telah menubuwahkan akan datangnya suatu zaman setelah beliau, yang menimpa umat manusia sebagaimana sabdanya:
يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ مَا الإِسْلاَمُ إِلاَّ اِسْمُهُ ، وَمَا القُرْآنُ إِلاَّ رَسْمُهُ ، وَمَا المْسْجِدُ إِلاّ بُنْيَانَهُ يَتَابَاهُ بِهِ النَّاسُ [الطبراني]
“Akan datang suatu zaman pada manusia tiada tinggal dalam Islam kecuali namanya, tiada tinggal dalam Alqur’an kecuali tulisannya, dan masjid-masjidnya tinggal menjadi bangunan megah.” (HR. ath-Thabrani)
Nubuwah Rasulullah Saw berdimensi masa depan. Betapa banyak orang yang mengaku Muslim, bahkan dunia internasional mengenal Negara RI berpenduduk umat Islam terbesar di dunia. Tetapi jumlah mayoritas, nampaknya tidak berpengaruh besar dalam membangun masyarakat yang diridhai Allah, mengangkat harkat dan martabat kemuliaan negeri ini di bawah naungan syari’at-Nya. Penduduk mayoritas justru dijadikan obyek ajaran sesat, sistem hidup jahiliyah serta misi imprilasme Negara-negara asing. Akibatnya, bangsa ini bukan saja kehilangan rasa takutnya kepada Allah, tapi juga kehabisan rasa malunya kepada Rasulullah Saw.
Dahulu, Rasulullah Saw berjihad di jalan Allah, untuk mengangkat harkat dan martabat umatnya dengan Al-Qur’an. Tapi kini, memang ada orang Islam yang memahami Al-Qur’an dan mengamalkan isinya. Celakanya, terdapat orang Islam yang memahami Al-Qur’an tapi tidak mengamalkan isinya. Lebih celaka lagi orang yang mengaku Islam, tapi tidak memahami Al-Qur’an, dan tidak mengamalkan ajaran Al-Qur’an.
Kita menyaksikan, ada orang yang menyandang predikat Muslim, tapi dia tidak shalat, tidak puasa, dan tidak mengerjakan ajaran yang diperintahkan Islam. Bahkan tidak sedikit orang yang mengaku beragama Islam, tapi dia tidak malu berbuat zina, tidak malu minum khamer, berjudi, melakukan tindak korupsi serta pecandu narkoba. Para wanita menolak berpakaian jilbab untuk menutup aurat, lalu menggantinya dengan pakaian yoe can see, pakaian tanktop, tanpa rasa malu. Bergaul bebas lelaki-perempuan meniru prilaku orang-orang kafir. Pada diri orang semacam itu, Islam hanyalah tinggal nama, menjadi Islam KTP saja.
Menyikapi kenyataan ini, supaya istiqamah pada kebenaran Islam, ingatlah nasihat Khalifah Umar bin Khathab ra. Beliau pernah mengatakan: “Kebenaranlah yang membuat kamu menjadi kuat, dan bukan kekuatan kamu yang membuat jayanya kebenaran.” Sedangkan Khalifah Utsman berpesan: “Kejayaan umat ini akan terpelihara selama Al- Qur’an berdampingan dengan kekuatan. Bilamana kekuatan tanpa Al-Qur’an akan menjadi anarkhis, dan bilamana Al-Qur’an tanpa kekuatan tidak bermakna bagi kehidupan.”
Gaya Hidup Materialisme Sebagai Pujaan
الله اكبر الله اكبر و لله الحمد
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Negara kita sudah lama dilanda penyakit, yang disebabkan berbagai penyimpangan agama, moral, politik, ekonomi, dan budaya. Patologi penyakitnya beragam, meliputi korupsi, narkoba, TKW bermasalah, terorisme, tawuran antar warga, perebutan lahan, pendidikan yang kian mahal, dekadensi moral yang parah, ongkos kesehatan yang membumbung tinggi serta harga-harga kebutuhan pokok yang menyengsarakan rakyat.
Kesalahan terbesar rakyat Indonesia, karena mewarisi penyakit bawaan dari sejak orde baru, berupa sistem yang korup lengkap dengan pejabat korup yang kini semakin berpengalaman. Negara yang sedang sakit diurus oleh para pemimpin yang juga sakit. Ibarat kata, mungkinkah membersihkan penyakit menggunakan sapu yang penuh bakteri penyakit?
Di negeri ini, para pejabat yang makan harta haram hasil korupsi sudah biasa. Contoh kasusnya banyak. Presiden korupsi, ada. Menteri korupsi, banyak yang sudah diadili dan masuk bui. Gubernur korupsi, banyak yang sudah terbukti dan yang masih antri menunggu giliran ditangkap KPK. Menurut survey, 40% dari bupati/walikota di Indonesia terindikasi korupsi. Begitu juga dengan para anggota DPR/DPRD, penegak hukum (hakim, jaksa, polisi), dan birokrasi, seolah berlomba ikut terlibat dalam jaringan korupsi; sehingga betapa sulit mencari pejabat Indonesia yang bukan koruptor. Lebih sulit lagi, mencari pejabat pemberantas korupsi yang steril dari korupsi, sehingga sekadar menutupi kebobrokan mereka, Ketua DPR RI malah mengusulkan pembubaran KPK.
Tragisnya, para koruptor di negeri ini tidak malu dan tidak takut tampil terbuka, pamer gaya hidup berklas borjuis. Tidak terbayangkan oleh kita, ada ketua parpol yang memiliki sederet kendaraan super mewah berupa: Toyota Velfire, Range Rover, Land Cruiser, Toyota Alpard, Hammer. Padahal secara kasat mata orang melihat, kekayaan yang dimilikinya tidak sebanding dengan penghasilan resmi mereka. Mengapa para pejabat negeri ini doyan korupsi, dan tidak malu hidup foya-foya di atas kesengsaraan rakyatnya? Karena gaya hidup mereka yang memberhalakan harta, sehingga mereka menganggap semakin tinggi jabatan dan semakin banyak harta, mereka akan semakin berwibawa dan terhormat.
Nabi Muhammad saw telah memprediksi prilaku mungkar pemimpin/pejabat negara:
إِذَا كَانَ آخِرُ الزَّمَانِ كَانَ قِوَامُ دِيْنِ النَّاسِ وَدُنْيَاهُمْ الدَّرَاهِمَ وَالدَّنَانِيْرَ [رواه الطبراني]
“Kelak di akhir zaman agama dan keduniaan mereka dinilai berdasarkan berapa uang dirham dan dinar yang mereka miliki.” (HR. ath-Thabrani).
Apabila parameter martabat seseorang ditentukan oleh harta yang mereka miliki, menunjukkan tidak memiliki prestasi kebajikan yang patut dibanggakan. Setiap orang akan berusaha mencari harta untuk mendapatkan wibawa dan kehormatan, sekalipun harta diperoleh dengan cara haram dan tidak bermoral. Apabila keshalihan seseorang diukur dari harta, pantas saja banyak ulama, kyai, ustadz, sama seperti politisi dan pejabat negara, berlomba-lomba mendapatkan harta dan jabatan guna memperoleh kehormatan.
Nampaknya, bukan hanya pejabat dan politisi yang doyan duit. Ulama dan tokoh agama, juga ikut berimprovisasi mencari duit dengan menjual agama. Banyak sudah tokoh agama yang terlibat perebutan kuasa dan jabatan yang menggiurkan, terutama dalam Pilkada. Malah ada juga ulama yang menjadi broker kekuasaan dengan mendapatkan imbalan harta. Ulama’ broker, tidak keberatan memperalat umat untuk mendapatkan harta kekayaan, sekalipun dengan menjilat penguasa, menjual jimat, bahkan menjadi pawang jin. Prilaku ini, kian menjauhkan bangsa Indonesia dari rahmat Allah dan semakin dekat dengan musibah.
Ketika menyaksikan segala kebobrokan partai politik dan kerakusan kaum politisi di negaranya, Presiden Ke-3 AS, Thomas Jefferson pernah berujar: “If I could not go to Heaven but with a party, I would not go there at all.” (Jika masuk surga harus melalui partai politik, maka saya memilih tidak masuk surga saja).
Ulama Jahat
الله اكبر الله اكبر و لله الحمد
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Rasulullah Saw bersabda:
يَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ عُبَّادٌ جُهَّالٌ وَقُرَّاءٌ فَسَقَةٌ [ أبو نعيم والحاكم ]
“Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang tekun beribadah adalah bodoh, sedang para ulama’ rusak moral dan pikirannya.” (HR. Abu Nu’aim dan Hakim)
Ketika masyarakat menyaksikan ulama tidak konsisten pada kebenaran, menjalin hubungan dengan jamaah koruptor, dan menjalani hidupnya dengan glamour; hal itu merupakan kontribusi besar bagi kerusakan negeri ini. Jika ulama sudah tidak dipercaya, maka kalangan awam akan menjauh dari agama, karena mereka tidak mempercayai lagi omongan ulama. Hal ini, memberi peluang bagi penguasa untuk menjauhkan agama dari praktek kehidupan masyarakat. Sebab, ulama’ yang rusak akhlaknya dapat diperalat penguasa untuk merusak masyarakat menggunakan dalil-dalil agama.
Menjelang Ramadhan kita mendengar kaum ulama dan juga pejabat negara, melarang supaya ormas Islam tidak melakukan sweeping tempat maksiat. Mengapa bukan maksiatnya yang dilarang, sehingga tidak perlu ada sweeping? Akibatnya, segolongan orang yang masih komitmen pada agama, tetapi dengan bekal ilmu yang dangkal menempuh cara-cara yang bertentangan dengan Islam untuk melestarikan amar ma’ruf – nahi mungkar. Maraknya radikalisme dan liberalisme di negeri kita sesungguhnya bermuara dari kolaborasi ulama jahat dan penguasa zalim ini.
Kolaborasi ulama dengan penguasa yang melawan agama, dapat dibuktikan dengan menelaah sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang salah terjemah. Di dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan Depag RI, sejak 1965, terdapat 3140 ayat dari jumlah 6326 ayat Al-Qur’an yang salah terjemah. Akibat kesalahan ini, sangat dahsyat, melahirkan aliran sesat, memicu terorisme dan merajalelanya dekadensi moral.
Misalnya, terjemah harfiyah Al-Qur’an Depag terbukti memicu kekerasan dan terorisme : “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah) ….” (Qs. Al-Baqarah, 2:191)
Kata bunuhlah dalam terjemah di atas berkonotasi perorangan, bukan antar umat Islam dengan golongan kafir. Seolah-olah setiap orang Islam boleh membunuh orang kafir yang memusuhi Islam di mana saja dan kapan saja dijumpai, sekalipun di luar zona perang. Pembunuhan terhadap musuh di luar zone perang sudah pasti menciptakan anarkhisme dan teror; suatu keadaan yang tidak dibenarkan oleh syari’at Islam. Apabila terjadi teror atau konflik horizontal, bahkan pembunuhan disebabkan membaca teks terjemahan di atas. Maka bukan hanya salah pembaca, tapi juga tanggungjawab ulama dan penguasa negara, karena kalimat terjemahan memang salah, dan menyimpang dari sababun nuzul (sebab turunnya) ayat tersebut.
Terjemah yang benar dari ayat ini: “Wahai kaum mukmin, perangilah musuh-musuh kalian dimanapun kalian temui mereka di medan perang dan dalam masa perang…”
Adapun contoh terjemah harfiyah Qur’an Depag, yang dapat disalahpahami sebagai pembenaran atas perzinahan, Qs. Al-Ahzab, 51:
“Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu…”
Kalimat ‘Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu,’ pada terjemah di atas sesat dan menyesatkan. Sebagai pengamal Al-Qur’an paling sempurna, Nabi Saw. tidak pernah menceraikan istrinya, maka mustahil beliau menggauli perempuan yang telah dicerai, apalagi tanpa rujuk pula. Padahal ayat ini berkaitan dengan kebebasan Nabi Muhammad Saw menukar giliran bermalam diantara istri-istri beliau. Karena itu, terjemah di atas bertentangan dengan fakta sejarah dan akhlak beliau yang sangat terpuji.
Terjemah harfiyah Qs. An-Nisa’ ayat 20 lebih menyesatkan lagi: “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain…” Kalimat mengganti istrimu dengan istri yang lain, jelas terjemah yang salah dari ayat tersebut. Dalam bahasa Indonesia, istri adalah perempuan yang bersuami. Kata menggati berarti menukar dengan yang lain. Mustahil Islam membenarkan seorang suami menukar istrinya dengan istri orang lain.
Terjemah ini menyesatkan, seolah Islam membenarkan para suami saling bertukar istri. Maka terjemah yang benar adalah: “Wahai para suami, jika kalian ingin menceraikan istri kalian, lalu menikah dengan perempuan lain…” Terjemah tafsiriyah seperti ini tidak mungkin mengundang salah paham terhadap Al-Qur’an.
Ada lagi tarjamah harfiah Depag yang salah, Qs. An-Nur, 24:60 : “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka….”
Dalam bahasa Indonesia, kata menanggalkan pakaian berarti membuka atau melepaskan pakaian yang dipakainya alias telanjang. Padahal maksud ayat ini, adalah melepas kerudung yang menutup kepalanya. Mustahil Islam membenarkan seorang perempuan menopause melakukan pornoaksi dengan telanjang di depan umum.
الله اكبر الله اكبر و لله الحمد
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dan pedoman hidup kaum muslimin. Apabila pemerintah tidak segera mengoreksi bahkan menarik predaran Al-Qur’an Terjemah Depag ini, patut dicurigai adanya msisi penodaan kitab suci umat Islam. Seperti yang dilakukan pendeta Yahudi dan Nasrani terhadap Kitab Taurat dan Injil. Kita menyaksikan, semakin banyak jumlah kaum Muslimin yang mengikuti paham sesat dan menolak syari’at Islam di lembaga negara, mengikuti provokasi pengikut agama lain yang memiliki doktrin, ‘agama urusan pribadi, sedang urusan sosial, ekonomi, politik terserah pada nafsu masing-masing’.
Apabila sikap beragama seperti ini terus dipertahankan, berarti penguasa dengan sengaja menjerumuskan bangsa ini ke lembah kebinasan. Melestarikan kejahatan, berarti memfasilitasi turunnya hukuman dari Allah Swt. Allah Swt berfirman:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Jika Kami berkehendak menghancurkan suatu negeri yang penduduknya zhalim, maka Kami jadikan orang-orang yang suka berbuat sesat di negeri itu sebagai pemimpin, lalu pemimpin itu berbuat durhaka di negerinya. Akibat perbuatan durhaka pemimpin mereka, turunlah adzab kepada mereka dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.“ (QS. Al-Isra‘ [17] : 16)
Inilah hukum kausalitas, ada sebab pasti diikuti akibat, sehingga berlangsunglah keputusan Allah. Tampilnya ahlul ma’siat, tokoh masyarakat yang durhaka pada Allah sebagai figur pemimpin nasional dan regional, merupakan hukuman bagi negara yang tidak tunduk pada hukum Allah Swt.
Munajat :
الله اكبر الله اكبر و لله الحمد
Wahai kaum Muslimin, di hari yang penuh barakah ini, kita bersimpuh di haribaan Ilahy, untuk membuktikan bahwa umat Nabi Muhammad Saw. masih hidup di negeri ini, dengan menegakkan syari’at Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan Negara. Kita beramal sesuai dengan petujuk Allah dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, agar selamat di dunia dan akhirat
Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah, agar kita diberi keselamatan dari segala keburukan, diberi kebaikan yang paling sempurna, kehidupan yang sejahtera, waktu yang paling bahagia. Semoga Allah Swt berkenan memperperbaiki amal-amal kita dan membersihkannya dari kesyirikan serta kemunafikan :
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيْكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَاتُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا . اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّاتِنَا مَاأَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَىْ مَنْ عَادَانَا ، وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا ، وَلاَ تَجْعَلْ الدَُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا . اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَ قُلُوُبِْنَا وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَم وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ وَ جَنِبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَبَارِكْ لَنَا فِي اَسْمَاعِنَا وَ اَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَاَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَتِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْم وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ اَجْمَعِيْن وَ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن
Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yang kiranya dapat menghalang antara kami dan maksiat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at kepada-Mu; dan demi suatu keyakinan yang dapat meringankan beban musibah dunia kami.
Ya Allah, ya Tuhan kami! Senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul) orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami untuk menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau menjadikan musibah kami ini mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami.
Disampaikan di hadapan jamaah Shalat ‘Idul Fithri 1432 H, yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Masjid (BPM) Al-Aqobah, Kompleks PT. Pusri 1, Palembang.
sumber
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Apa untungnya perhiasan disepuh dan di lapis?? Dua-duanya menguntungkan, kalau kita menginginkan perhiasan murah tapi serupa e...
-
Cara yang paling baik untuk akhir kehidupan kita adalah hidup untuk orang lain. Itulah yang saya coba lakukan. John D Rockefeller Hanya pend...
No comments:
Post a Comment