Minyak Goreng: Bahan Bakar Masa Depan?
Ditulis oleh Redaksi chem-is-try.org pada 04-05-2003
Saat dunia menghadapi naik turunnya harga minyak mentah sebagai akibat konflik Irak, para ilmuwan dan para pemrakarsa teknologi energi alternatif menolehkan kepala pada minyak nabati seperti yang dipakai untuk menggoreng French fries (kentang goreng).
Mereka mengatakan bahwa minyak yang diperoleh dari kacang kedelai, jagung, atau tanaman lain menjanjikan suatu bentuk bahan bakar alternatif yang bisa diperbaharui. Artinya bahan bakar ini akan selalu bisa diproduksi, tidak seperti bahan bakar minyak bumi yang suatu saat akan habis.
"Inilah saatnya bagi kita untuk beralih dari minyak bumi ke minyak dari tumbuhan," ujar Charris Ford, seorang pemrakarsa penggunaan bahan bakar alternatif. Di rumahnya di Telluride, Colorado, Ford berhasil memodifikasi truk diesel sehingga bisa dijalankan menggunakan bahan bakar minyak goreng yang dikumpulkan dari restoran sekitar.
Ford adalah salah satu dari sekian banyak orang yang bermimpi menggunakan minyak nabati untuk berbagai keperluan, baik sebagai bahan bakar kendaraan sekaligus pelindung mesin, hingga fungsi sebagai pelumas pada mesin-mesin industri.
Tidak seperti produk minyak bumi, minyak dari tumbuhan lebih mudah diuraikan, tidak beracun, dan dibuat dari sesuatu yang bisa tumbuh lagi. Bila digunakan sebagai bahan bakar, minyak ini menghasilkan hanya sedikit gas yang memberi efek rumah kaca dibanding bahan bakar minyak bumi. Minyak ini juga bisa menjalankan kendaraan dalam jarak 3 persen lebih jauh, sementara emisi nitrogen oksida yang dihasilkannya berkurang sampai 75 persen.
Yang menjadi masalah adalah bahwa pelumas dari minyak nabati tidak bisa diandalkan pada suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin. Saat panas, minyak akan mengalami oksidasi dan terurai, sedangkan bila terlalu dingin minyak akan membeku. Kedua-duanya bukanlah sifat yang bisa diterima bila minyak itu difungsikan sebagai pelindung mesin. Masalah lain adalah tingginya biaya pengembangan minyak tumbuhan untuk keperluan mesin dibanding dengan produk berbasis minyak bumi.
Modifikasi Kimia
Menghadapi hambatan di atas, beberapa tim ilmuwan sedang mengembangkan sebuah cara yang berkaitan dengan perombakan susunan molekul penyusun minyak nabati sehingga bisa pas dipakai sebagai bahan bakar. Temuan pailng maju didapatkan dari para ahli kimia di National Center for Agricultural Utilization Research (NCAUR) Departemen Pertanian AS yang bermarkas di Peoria, Illinois.
"Lewat modifikasi kimia, kami berusaha membuat beberapa perubahan pada struktur molekulnya," ujar Atanu Adhvaryu, peneliti di NCAUR, sekaligus pimpinan tim yang bertugas memodifikasi minyak nabati untuk digunakan pada mesin kendaraan dan mesin industri.
Para peneliti NCAUR mengatakan minyak kedelai yang sudah mereka modifikasi secara kimia kini telah menjadi minyak yang lebih stabil terhadap temperatur dan memiliki daya lubrikasi yang lebih baik.
Seperti minyak tumbuhan lain, minyak kedelai tersusun dari apa yang secara ilmiah dikenal sebagai molekul trigliserida. Molekul yang di bawah mikroskop terlihat seperti huruf E itu strukturnya similar dan terdiri dari banyak ikatan ganda.
Bila molekul-molekuk berikatan ganda ini terkena oksigen dari udara dan panas yang tinggi, mereka akan merapat, teroksidasi, dan kadang kala pecah. Pada suhu rendah molekul-molekul tersebut dengan mudah terikat satu sama lain, membentuk kristal-kristal, yang dalam bentuk kasat matanya berarti beku.
Nah, apa yang dilakukan Adhvaryu dan timnya adalah mengubah struktur simetris molekul tersebut sehingga mereka tidak lagi berbentuk ikatan-ikatan ganda dan tidak bisa lagi terlekat satu sama lain saat suhu menjadi dingin.
Hasilnya: minyak tumbuhan yang lebih stabil baik dalam suhu tinggi maupun rendah, meski tidak lagi bisa dimakan. Selain itu modifikasi kimia juga mampu mengubahnya lebih memiliki sifat pelumas. "Dengan kemajuan tersebut, lima atau enam tahun ke depan akan ada banyak permintaan terhadap minyak semacam ini," ujar Adhvaryu.
Keuntungan Bagi Lingkungan
Mengapa minyak nabati sebaiknya dipilih? Para ilmuwan mengatakan minyak ini jauh lebih ramah lingkungan karena lebih bisa diuraikan dibanding minyak bumi. Bila tertumpah di tanah, minyak ini akan terurai hingga 98 persennya. Sedangkan produk minyak bumi hanya akan terurai 20 hingga 40 persen saja.
Lebih lagi, seperti telah disebut di atas, minyak nabati adalah sumber yang bisa diperbaharui. Saat pasokan berkurang, tanaman-tanaman seperti kedelai atau jagung bisa segera ditanam untuk diambil minyaknya, suatu hal yang sekaligus memberi keuntungan industri pertanian. Minyak bumi, di lain pihak, adalah sumber yang tidak bisa diperbaharui. Saat persedian menipis, maka kita tidak bisa membuat minyak bumi.
Menurut Ford, salah satu argumen yang umum didengarnya mengenai penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar adalah saat ini tidak cukup banyak minyak tersebut bila semua orang menggunakannya sebagai bahan bakar atau pelumas.
"Saya selalu menjawab mereka dengan berkata, ’Kita juga tidak mempunyai cukup minyak bumi,’" kata Ford. "Kita tidak meninggalkan jaman batu karena kita kehabisan batu. Sungguh sangat bodoh bila kita menunggu hingga minyak bumi benar-benar habis untuk mulai menciptakan bahan bakar alternatif."
Tambahan lagi, berdasarkan penelitian Departemen Energi AS, minyak nabati yang dipakai pada mesin mengurangi hampir semua bentuk polusi udara dibanding penggunaan minyak bumi. Minyak ini juga tidak menghasilkan emisi karbon dioksida yang menjadi penyebab utama pemanasan global.
Lebih dari itu, penggunaan minyak nabati sebagai pengganti minyak bumi diperkirakan dapat mengurangi resiko kanker hingga 94 persen. "Bicara tentang kesehatan, minyak bumi dikenal sebagai bahan yang bersifat karsinogen. Sebaliknya minyak nabati tidak beracun dan nyaris tidak menimbulkan gangguan pada manusia, hewan dan tanaman," ujar Ford. "Dan hasil pembakarannya berbau seperti kentang goreng…" (nationalgeographic/wsn)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Apa untungnya perhiasan disepuh dan di lapis?? Dua-duanya menguntungkan, kalau kita menginginkan perhiasan murah tapi serupa e...
-
Cara yang paling baik untuk akhir kehidupan kita adalah hidup untuk orang lain. Itulah yang saya coba lakukan. John D Rockefeller Hanya pend...
No comments:
Post a Comment