Saat kinerja bisnis kita menurun, seringkali kita tidak melakukan muhasabah atau koreksi mendalam sebagaimana yang seharusnya. Boleh jadi, tanpa disadari, kita malah sibuk mencari helah pembenar atau bahkan dalih pembalik fakta. Akhirnya, kita malah melindungi kegagalan dengan 'keberhasilan semu', bukan malah memperbaikinya. Kita terjebak pada kesombongan. Sesuatu yang malah akan menjadi titik kejatuhan.
Seperti anekdot yang ditulis oleh Bonnie Triyana, seorang sejarawan-cum-wartawan di salah satu media ibukota, Januari 2009 lalu. Ia menuliskan "syahdan, dalam suatu pertemuan arkeolog internasional, arkeolog amerika melaporkan bahwa mereka telah menggali lubang sedalam 3 meter dan menemukan serat tembaga di dalam galian. Atas penemuan itu, mereka mengklaim bahwa sejak 350 tahun lalu penduduk asli amerika telah menggunakan telepon... Sementara itu arkeolog israel mengklaim telah menemukan pecahan gelas di dalam lubang sedalam 4 meter di dekat Tepi Barat, dan berdasarkan temuan yang mirip dengan serat optik itu, mereka menyimpulkan bahwa 400 tahun yang lalu orang yahudi sudah menggunakan internet. Arkeolog Indonesia tak mau kalah. Mereka melaporkan telah menggali tanah sedalam lima meter di Trowulan dan tidak menemukan apa-apa. Maka, disimpulkan bahwa 500 tahun yang lalu Gadjah Mada sudah menggunakan handphone."
Tulisan Bonnie sebenarnya diarahkan untuk menganalisis iklan politik klaim keberhasilan pembangunan oleh pemerintah. Namun, anekdot ini juga dapat dimaknai dengan interpretasi lain. Intinya, sindiran ini agaknya mengingatkan bahwa kita lebih suka melihat dan bangga atas klaim capaian hasil yang positif – sekalipun tak sepenuhnya positif – ketimbang berintrospeksi atas sejumlah capaian negatif - kalau tak mau disebut kegagalan.
Maka, saat kinerja bisnis turun atau ada tanda-tanda menurun, kita mesti sabar dan segera muhasabah apa yang sebenarnya terjadi hingga didapatkan faktor-faktor penyebabnya. Dari situlah kemudian, kita bisa susun solusinya secara tepat. Lalu, mainkan program aksinya. Rumusnya, tetap harus ada (1) motivasi bisnis untuk meraih bisnis penuh 'berkat' dan berkah, (2) doa 'sapu jagat' agar bisnis kita membahagiakan kita di dunia dan akhirat nanti, (3) ikhtiar perbaikan dan improvisasi tiada henti karena bisnis tidak stagnan tapi terus dituntut untuk lebih baik, lebih baik dan lebih baik lagi, serta (4) tawakkal yang kita letakkan di depan, di tengah dan di akhir proses bisnis kita. Sumber Tulisan here
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Apa untungnya perhiasan disepuh dan di lapis?? Dua-duanya menguntungkan, kalau kita menginginkan perhiasan murah tapi serupa e...
-
Cara yang paling baik untuk akhir kehidupan kita adalah hidup untuk orang lain. Itulah yang saya coba lakukan. John D Rockefeller Hanya pend...
No comments:
Post a Comment