Oleh Andi Guntur Permana, S.Pd
Masih teringat cerita seorang
mahasiswa yang hendak ke luar negeri. Dia bersiap-siap untuk melanjutkan
studinya dan nyambi bekerja, otaknya terbilang cerdas, karena itu ia diterima
di Universitas ternama di luar negeri. Persiapanpun dilakukan baik paspor dan
visa singkat cerita hari yang ditunggu-tunggu telah tiba Dia harus bergegas
untuk pergi ke bandara yang sedianya berangkat pukul 14.00 WIB. Pergilah dia
menyelusuri jalan kota dengan taksi menuju bandara – kemacetan kota sudah
terbilang lumrah di Kota Metropolitan Sekelas Jakarta Akan tetapi karena
terjadinya kecelakaan oleh pengendara mobil pribadi yang menabrak tembok
pembatas tol menimbulkan kecelakaan beruntun, kemacetan parahpun terjadi. Dia
duduk dengan gelisah karena khawatir pesawat tersebut akan tinggal landas sebelum
dia tiba. Kekhawatian yang dia bayangkanpun menjadi keyataan, ternyata
kemacetanpun belum teratasi. Akhirnya dia menyesal karena dia tidak jadi
terbang ke luar negeri yang ia damba-dambakan. Dia kecewa karena jika terlambat
maka posisi di perusahaan ternama pun akan digantikan oleh orang lain begitu
pula dengan bea siswa studinya, maklum dia dari kalangan keluarga biasa-biasa.
Sedih, Marah pun terlontar pada Zat sang pencipta karena cita-citanyapun sirna.
Keesokan harinya menjadi hal yang biasa buat dirinya bergumul dengan
keputusasaan, kemalasanpun menjadi hobi barunya, kemudian dia membaca Koran
dengan headlines bahwa telah terjadi kecelakaan pesawat dengan no GE1323 yang
mengakibatkan seluruh penumpang dinyatakan hilang. Itulah pesawat yang salah
satu penumpangnya tertinggal dan tidak jadi menempuh impiannya.
Kecelakaan penerbanganpun baru-baru
ini terjadi di Indonesia, bertajuk Joy Flight sebuah penerbangan promosi dengan
kecanggihan dan keunggulan yang dimiliknya pun seolah-olah keselamatan
penumpang sangatlah terjamin.
Keperkasaan Sukhoipun sirna menabrak tebing Gunung Salak. Senyum gembira
sebelum keberangkatanpun menghiasi para awak kabin dan para penumpang Takdir
berkata lain, kegembiraan tersebut dibalas dengan tangisan duka dari para pihak
keluarga yang mendengar pesewat tersebut mengalami kecelakaan. Manusia memiliki kontrak hidup dengan
sang Penguasa Alam, kontrak yang tidak bisa ditunda, dimajukan atau dimundurkan
sedetikpun
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا
يَسْتَقْدِمُونَ
"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu;
maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al A'raf: 34)
Kita
bisa meninggalkan dunia ini dengan cara apapun. Hitungan mundur (countdown)
sedang bekerja mendekati angka nol angka yang setiap tahun baru menjadi sebuah
awal “pesta” perpisahan akan dunia
ini – awal dimana keluarga kita mengucurkan air mata kesedihan. Sudah saatnya
kita “memerangi” takdir kita dengan berbuat baik yang menghambakan dirinya
kepada sang Khalik dengan ikhlas
Kita
harus mengambil ibrah (pelajaran) dari kejadian ini agar kita mau lebih extra
bersiap diri untuk berbuat hal-hal kebajikan (amal shalih). Sebuah mahfuzat
arab al-waktu kasshaif (waktu itu seperti pedang), setiap nafas merupakan
sebuah perjalanan kita menuju ajal (waktu yang telah ditetapkan kematian)
apakah kita telah bersiap-siap? Ataukah masih berleha-leha saja? Apakah kita
sudah melakukan amal shaleh? Ataukah Amal salah yang selalu kita kerjakan?.
Ingat kematian akan mendatangi kita dengan berbagai cara yang kita tidak bayangkan,
apakah di tempat tidur? Apakah ketika bersujud? Apakah ketika berbuat maksiat?
Allahu alam bissawab. Sahabatku bersiaplah menuju kematian husnul khatimah
dengan berbuat amal shalih!.
No comments:
Post a Comment