Ia pernah menolak hadiah rumah dan berbagai isinya saat menjalankan
tugas sebagai Kepala Direktorat Reskrim Polda Sumatera Utara tahun 1956.
Ketika itu, Hoegeng dan keluarganya lebih memilih tinggal di hotel dan
hanya mau pindah ke rumah dinas, jika isinya hanya benar-benar barang
inventaris kantor saja. Semua barang-barang luks pemberian itu akhirnya
ditaruh Hoegeng dan anak buahnya di pinggir jalan saja.
“ Kami tak tahu dari siapa barang-barang itu, karena kami baru datang
dan belum mengenal siapapun,” kata Merry Roeslani, istri Hoegeng.
Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan.
Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan.
Kasus-kasus besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan
Sum tukang jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang
melibatkan anak pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan
mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga
Cendana.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Soeharto. Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak.
Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.
“Begitu dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang menguatkan saya,” tambahnya.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Soeharto. Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak.
Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.
“Begitu dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang menguatkan saya,” tambahnya.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran.
Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.
Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.
Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!
Dalam acara Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000.
Tak heran, Almarhum Gus Dur pernah berkata, "Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng." dikutip: "www.apakabardunia.com"
No comments:
Post a Comment