Menjadi Lebih baik dan terbaik walaupun buruk dimata orang | Doakan Orang Tua Anda | Sedekahkan harta anda Kepada Fakir Miskin dan Kaum yang tertindas | Hari ini Mungkin kematian menjemput kita tetapi maka dari itu kerjakanlah kebaikan walau di mata manusia tak ada harganya

Friday, May 26, 2006

SEJARAH TAHU SUMEDANG (BUNGKENG)

Idenya dari Tiongkok BAGI orang yang suka cerita sejarah, asal-usul sesuatu yang sudah menjadibesar, seperti tahu sumedang, menjadi amat penting. Tapi sayangnya, OngKino, pencetus gagasan yang sekaligus pembuat tahu pertama di Sumedang padatahun 1917, pulang kampung ke Hokian, daratan Tiongkok (Cina) dan meninggaldi sana.Keberadaan makam Ong Kino di Cina menyulitkan kalangan pedagang tahusumedang yang ingin berziarah. "Kuburannya masih ada. Kadang-kadang masihdiziarahi keluarganya," kata Ong Yu Kim alias Ukim (64), cucu Ong Kino yangsekarang meneruskan usaha pembuatan tahu di Jalan 11 April Nomor 53,Sumedang.Ong Kino adalah perantau asal Tiongkok yang ulet, tabah menghadapi kerasnyamencari mata pencarian di tanah Sunda, persisnya di Sumedang, Jawa Barat.Tapi, setelah lelah merantau, ia pulang kampung mendekati makam orangtuanya.Ukim yang ditemui Kompas, awal Agustus lalu, menceritakan kembali tentangOng Kino yang ia tangkap dari cerita-cerita keluarganya. Ketika Ong Kinodatang, Kota Sumedang masih sepi. Belum ada mobil, rumah-rumah masihberbentuk panggung. Kota Sumedang belum terbangun seperti sekarang ini.Kedatangan Ong Kino ke Indonesia bermotif mencari nafkah. "Saat itu kakekberjualan keripik aci yang terbuat dari singkong di pinggir jalan. Lalutahun 1917, mulai membuat tahu," kata Ukim. Kedelai, sebagai bahan pokoktahu, saat itu dijatah oleh Jepang yang saat itu berkuasa di negeri ini.Pembuatan tahu ketika itu masih dilakukan secara tradisional. Kedelaidigiling dengan penggilingan batu yang digerakkan dengan tenaga manusia.Beda dengan penggilingan kedelai sekarang yang serba elektrik.Oleh karena alat produksi masih tradisional, jumlah produksinya sedikit."Sekadar untuk menyambung bisa makan sehari-hari," katanya. Waktu itu tempatpembuatannya di rumah yang sekarang terletak di Jalan 11 April Nomor 53,Sumedang. Jalan ini dulu bernama Jalan Tegal Kalong, Kelurahan Kota Kaler.Tahu hasil produksi Ong Kino saat itu dijual keliling dengan caramengasongkan. Tapi, tidak di terminal bus dan angkutan kota sepertisekarang. Ketika itu mobil belum ada. Baru ketika tahun 1955, angkutan umummulai ada.Penjualan tahu secara asongan di terminal bus atau oplet mulai dilakukan.Ketika usaha pembuatan tahu mulai membesar dan Ong Kino sudah merasa lelah,anaknya yang bernama Ong Bung Keng (1901-1993) diserahi mengelola pabriktahunya.Di tangan Ong Bung Keng, usaha tahu pun berkembang dan berhasilmempertahankan kekhasan tahu produknya yang diberi label tahu Bungkeng(mengambil nama Ong Bung Keng). Nama tahu bungkeng saat itu sudah mulaidikenal.ZAMAN mulai berubah. Kota Sumedang mulai ramai, ada mobil berseliweransehingga memungkinkan untuk mengembangkan usaha tahu. Ketika zaman memasukirezim Orde Baru, tahu semakin laris. Pasalnya, pemerintah Orde Baru ketikaitu menggalakkan tahu dan tempe sebagai makanan rakyat.Pada tahun 1970 hingga 1980, perkembangan bisnis tahu cukup menonjol. Usahapembuatan tahu yang dikelola Ong Bung Keng pun menunjukkan peningkatan.Semula pada tahun 1950-an, pembuatan tahu bungkeng menghabiskan 16 hingga 20kg kedelai per hari, meningkat menjadi sekitar 50 kg hingga 60 kg per hari(pada tahun 1970-1980)."Banyak orang yang mengambil tahu dari rumah ini dan menjualnya," tuturnya.Waktu itu, kemampuan pembuatan mencapai 2.000 hingga 3.000 potong. Usaha OngBung Keng mengalami zaman keemasan pada tahun 1992. Pada tahun menjelangkematian Ong Bung Keng hingga 1995, pabrik tahunya per hari menghabiskan 100kg kedelai dan menghasilkan tahu sekitar 7.000 potong per hari.Pada tahun 1996, pabrik tahu bungkeng yang beralih ke tangan anak Ong BungKeng, Ukim, mulai melorot. "Penurunannya mencapai 30 persen," kata Ukim.Penurunan ini bukan akibat kemerosotan kualitas tahu, tapi karena banyaksaingan. Pabrik-pabrik tahu lain bermunculan. Dan, ketika itu ekonomiIndonesia sudah mulai menunjukkan gejala tidak stabil.Sekarang perusahaan tahu yang pernah dikelola sang perintis itu tinggalmemproduksi tahu antara 4.500 hingga 5.000 potong. Semua produksinya dijualmelalui empat outlet-nya, termasuk satu outlet di depan pabrik tahunnya.Tiga lainnya didirikan konsumen dan pelanggan yang biasa datang denganmenggunakan mobil. "Kalau kami tetap menjual tahu di Jalan 11 April ini,akan sepi pembeli. Mobil tidak bisa langsung belok kemari, harus memutarkarena ada rambu-rambu larangan," tutur Ukim.Sekarang Ukim dan anaknya harus menghadapi saingan perusahaan tahu lainnyayang juga sama-sama mendirikan outlet dan warung-warung kecil untukpenjualan tahu. Pembuat tahu di perusahaan lain itu, sebagiannya, dulukaryawan pabrik tahu bungkeng. Sekarang tahu sudah berkembang di seluruhSumedang dan sekitarnya. Tahu telah menjadi identitas Sumedang.Ukim yang hingga sekarang bertahan dalam usaha tahu, mengaku bukan karenapesan kakeknya semata, tapi juga untuk nafkah sehari-hari. Ia merasa sayangbila usaha kakeknya tidak diteruskan. "Tahu bungkeng sudah terkenal,"tuturnya.Dengan ketenaran Bungkeng, Ukim memasang papan nama di depan tempat usahanyadi Jalan 11 April yang berbunyi "Tahu Bungkeng, Perintis Tahu Sumedang Sejak1917". Kepeloporan Bungkeng dalam dunia pertahuan, membedakan tahu-tahusumedang lainnya.Pada awal-awal tahun, Ong Kino merintis membuat tahu, sejumlah pemimpinSumedang sudah menaruh perhatian terhadap usaha Ong Kino. Mereka, termasukBupati Sumedang, saat itu sudah meramalkan usaha Ong Kino akan maju.Dan, benar apa yang diperbuat Ong Kino berkembang, dan ternyata menjadicikal-bakal tahu sumedang yang sekarang terkenal. Ong Kino telah meletakkandasar-dasar berwiraswasta bagi masyarakat Sumedang.Ia memberi contoh dalam membuat tahu yang baik. Setelah itu, Ong Kinokembali ke negerinya dan menutup lembaran sejarah hidup. (nas)

No comments:

Humanity|Respect|Try To Not Cry