Menjadi Lebih baik dan terbaik walaupun buruk dimata orang | Doakan Orang Tua Anda | Sedekahkan harta anda Kepada Fakir Miskin dan Kaum yang tertindas | Hari ini Mungkin kematian menjemput kita tetapi maka dari itu kerjakanlah kebaikan walau di mata manusia tak ada harganya

Sunday, July 18, 2010

Kisah Dudy berbisnis sewa genset

Kisah Dudy berbisnis sewa genset

Tabloid KONTAN No. 38, Tahun X, 26 Juni 2006

Tetesan Rezeki si Pemalu
Kisah Dudy berbisnis sewa genset

Dari seorang helper di perusahaan milik kakaknya, Dudy belajar seluk-beluk bisnis genset. Ia pun mendirikan perusahaan jual beli genset sendiri. Krisis ekonomi tidak membuatnya tiarap, justru mengalihkan usaha ke sewa genset yang juga menguntungkan.

Kata pepatah, pengalaman adalah guru yang terbaik. Pepatah itu tampaknya diterapkan oleh Dudy Supriadi. Sekarang Dudy memang menikmati tetes rezeki dari mesin gensetnya. Ia memiliki 65 unit genset yang besarannya dari mulai 100 kilowatt hingga 1.000 kilowatt. Omzet bisnis Dudy menggapai angka Rp 800 juta sebulan.

Dudy tentu saja tidak menciptakan bisnisnya itu hanya dalam jentikan jari semata. Ia memulainya pada tahun 1980. Selepas lulus STM, kala itu, Dudy bekerja sebagai pelayan mekanik (helper) di perusahaan kakak iparnya yang bernama PT Garuda Power. Perusahaan itu merupakan sole agent genset Detroit Diesel. Gaji Dudy waktu itu sekitar Rp 50.000 sebulan. Toh, Dudy betah bekerja di situ sampai tujuh tahun kemudian.

Setelah bekerja, ternyata Dudy jadi ingin meneruskan kuliah. Lulusan STM swasta di daerah Grogol ini menjatuhkan pilihan ke jurusan Teknik Mesin Universitas Pancasila. Lulus sarjana, Dudy kembali ke Garuda, tapi kali ini ia bekerja sebagai salesman. Sebenarnya Dudy tidak menyukai pekerjaan tersebut, karena merasa dirinya pemalu. “Terus terang saya ini orangnya pemalu. Jadi, waktu ditempatkan sebagai sales saya merasa enggak cocok,” celetuk Dudy.

Tapi, yang namanya karyawan tentu harus menurut kata bos. Dudy pun menjalani pekerjaan sebagai sales sampai tahun 1995. Pada tahun itu juga, Detroit Diesel mengalihkan hak distribusinya ke perusahaan lain. Walhasil, Garuda jadi bangkrut.

Karena itulah, Dudy tergerak untuk mendirikan usaha penjualan genset sendiri. Setelah bisa membikin usaha sendiri, Dudy malah bersyukur pernah menjadi sales. “Karena, kalau tidak ditempatkan di sales, saya tidak bisa bisnis. Kalau orang usaha kan nomor satu kita harus bisa dagang,” ucap Dudy.

Eh, sebelum merasakan sedapnya rezeki hasil menjual genset sendiri, krisis ekonomi keburu menghampiri. Selama berbisnis jual beli genset, Dudy berhasil menjual tiga buah genset. Itu pun dilakukan secara serabutan karena menyambi jadi kontraktor. Ketika krisis terjadi dan nilai rupiah anjlok, harga genset Dudy jadi melambung tinggi. Tak aneh jika jualan Dudy tidak menarik di mata orang lain yang sedang sibuk mencari selamat dari krisis ekonomi.

Mendapatkan inspirasi dari iklan koran

Dudy mengamati, banyak rekan pengusaha genset lain yang lebih tertarik menjual dagangan mereka ke luar negeri. Mereka tergiur nilai tukar dolar yang sangat tinggi. Tapi, Dudy berpikiran lain. Lelaki asal Sukabumi ini malah mengalihkan focus bisnisnya ke penyewaan genset. Ia tidak tertarik menjual gensetnya ke mancanegara. “Kalau jual, bisa terbentur masalah harga dan kompetisinya lebih keras. Harganya sudah tidak masuk akal lagi,” kenang Dudy.

Selain enggan berkompetisi, Dudy punya alasan mengapa mengalihkan usahanya ke penyewaan. Saat itu, Dudy melihat banyak perusahaan minyak yang masih bisa beroperasi mengumumkan tender penyewaan genset di koran-koran. Dari pengumuman itulah Dudy terinspirasi untuk banting setir. Bermodal dua unit genset yang belum terjual, ia mengincar perusahaan minyak dan tambang sebagai target pasar penyewaan gensetnya. “Oil company kan dari dulu dananya enggak macet, apalagi kayak sekarang ini,” tandas Dudy.

Kontrak pertama penyewaan genset diperoleh dari PT Perkasa, perusahaan minyak yang kini telah menjadi anak perusahaan Medco Energi. Tidak tanggung-tanggung, Dudy mendapat kontrak penyewaan untuk dua genset sekaligus. Berbekal kontrak itulah Dudy berani melakukan penambahan kapasitas. Ia membongkar tabungan untuk membeli genset lain.

Hitung punya hitung, Dudy memerlukan Rp 800 juta. Tapi, uang tabungannya tidak cukup dijadikan uang muka. Dudy lantas memutar otak untuk mendapatkan uang Rp 200 juta untuk uang muka. Selain pinjam kanan kiri, Dudy mendapat pinjaman dari sebuah lembaga modal ventura. “Saya diberi pinjaman karena saya sudah mengantongi kontrak penyewaan,” kenang Dudy.

Saat pertama kali memulai usaha rental itulah yang dianggap Dudy sebagai masa terberatnya. Maklum, ia harus memiliki uang ratusan juta rupiah untuk dapat memiliki mesin genset baru. “Modal pertama saya sedikit, dari tabungan saya. Modal terbesar saya keberanian saja,” tambahnya.

Untung saja, masa-masa sulit itu perlahan lewat. Tak lama kemudian Dudy bisa mencatat omzet Rp 200 juta sebulan. Uang yang diperoleh dari penyewaan lantas disimpan untuk dibelikan genset baru. Kini ia memiliki 65 unit genset.

Pelanggan Dudy juga tidak jauh dari perusahaan pertambangan. Bahkan, ada beberapa perusahaan yang sudah menjadi pelanggan tetap Dudy dan mengontrak gensetnya secara tahunan. Misalnya saja Petrochina yang menyewa enam buah genset di Tanjung Jabung, Jambi, dan tujuh buah di Tuban. Selain itu, klien pertama Dudy, PT Perkasa, masih setia memakai gensetnya.

Berkat lancarnya rezeki yang mengalir dari mesin gensetnya, Dudy mampu membeli ruko baru berlantai empat di bilangan Matraman Raya. Selain itu, ada workshop seluas 1.100 m2 di Jati Sampurna Bekasi yang juga telah menjadi miliknya. Karyawan Dudy kini sebanyak 60 orang. Ketika awal-awal memulai bisnis penyewaan genset, karyawan Dudy cuma tiga orang.

Dudy tidak ingin memberi tahu besarnya sewa genset dari perusahaan tersebut. “Saya susah ngomongnya, nanti kompetitor saya tahu,” ujar Dudy kalem. Maklum, urusan sewa-menyewa genset ini hawa persaingannya cukup kencang. Salah sedikit saja bisa-bisa Dudy akan terkapar lagi seperti waktu krisis 1998. Sebenarnya, Dudy merasa bisnisnya masih tergolong kecil dibandingkan dengan pemain lain yang lebih besar seperti Grup Trakindo. “Pemain asing juga sekarang sudah banyak yang masuk lagi. Padahal, setelah krisis 1998 dulu mereka sempat pergi,” kata Dudy.

Tapi, Dudy masih sangat yakin perusahaannya bisa berkembang. Ia merasakan bahwa saban tahun bisnisnya masih baik-baik saja. Lagi pula, menurut pria berusia 44 tahun ini, bisnis penyewaan genset ada enaknya juga. Untuk mencari pasar, Dudy cukup memelototi iklan di koran. “Pelanggan itu kan sebenarnya perlu. Mereka yang nyari kita,” tuturnya.

+++++

Banting Setir Sekali lagi

Sejak BBM melambung tinggi September 2005, Dudy Supriadi mulai berpikir untuk membeli genset berbahan bakar gas. Maklum, harga solar yang sekarang Rp 5.000 seliter untuk industri tergolong sudah tinggi. Sayang, mesin genset berbahan gas masih kena bea masuk 10% oleh pemerintah. Sebaliknya, mesin diesel yang berbahan bakar solar bea masuknya 0%. “Harusnya yang nol persen itu genset berbahan bakar gas,” kata Dudy.

Dudy mengakui bahwa ia harus mengikuti tren, karena di luar negeri sudah banyak genset yang berbahan bakar gas. Maklum saja, bahan bakar gas jauh lebih murah. Harga genset berbahan bakar gas lebih mahal dan susah dicari di pasar. “Satu unit bisa inden enam sampai delapan bulan,” kata Dudy yang belum punya satu pun genset berbahan bakar gas.

Umar Idris

No comments:

Humanity|Respect|Try To Not Cry