Menjadi Lebih baik dan terbaik walaupun buruk dimata orang | Doakan Orang Tua Anda | Sedekahkan harta anda Kepada Fakir Miskin dan Kaum yang tertindas | Hari ini Mungkin kematian menjemput kita tetapi maka dari itu kerjakanlah kebaikan walau di mata manusia tak ada harganya

Sunday, November 23, 2008

Kanban diri : Push vs pull system

Masih Toyota (jangan bosan ya.. kita harus belajar banyak pada perusahaan mobil terbaik dunia ini)

Salah satu kiat membentuk sistem yang rapi dan handal adalah dengan menerapkan pull system, yaitu setiap bagian mengambil sendiri pekerjaannya.

Kita biasanya mengerjakan tugas sesuai dengan jumlah tugas yang diberikan. Akibatnya sering pekerjaan menumpuk dan antri untuk kita selesaikan. Problem muncul karena irama kerja kita dikendalikan situasi dari luar.

Toyota berani berbeda. Mereka meyakini bahwa pekerja (dan sistem) memiliki kapasitas maksimum. Karena itu membebani sebuah bagian sistem dengan tugas yang melampaui kapasitas mereka hanya akan membebani sistem secara keseluruhan. Karena itu daripada membebani sistem dengan antrian pekerjaan yang menumpuk, Toyota mendesain sistem yang mengambil tugas (pull) daripada sistem yang disodori tugas (push).

Konsep supermarket

Ide sistem ini dimulai saat Taiichi Ohno (pendiri sistem produksi Toyota) terkesan dengan model supermarket Amerika tahun 50-an dimana produksi barang yang ditaruh di rak pajang akan ditentukan oleh permintaan pelanggan. Misalnya produk susu 1 liter yang dipajang ternyata dibeli oleh pelanggan, maka toko menjadi tahu bahwa ada rak yang kosong. Toko kemudian mengambil persediaan untuk meutup kekosongan di rak pajang. Ide ini menjadi dasar sistem Kanban di Toyota yang bersifat ‘pull system’ yaitu bahwa persediaan dan produksi ditentukan oleh permintaan pelanggan. Sistem ini sekarang umum di perusahaan (karena banyak yang meniru Toyota) yang kini dikenal dengan konsep ‘just-in-time’.

Sistem just-in-time secara sederhana dibangun dengan konsep produksi yang dipicu oleh kebutuhan. Misalnya A adalah pemasok B. Maka A hanya akan berproduksi bila B meminta. Jadi walaupun A punya banyak waktu dan sumber bahan baku, dia tidak akan berproduksi kecuali diminta oleh B. Ini yang disebut “pull system”.

Sebaliknya pada “push system”, bila A adalah pemasok B, maka A akan terus berproduksi selama tersedia waktu dan bahan baku. Produksi A kemudian disetorkan kepada B yang sebenarnya belum memerlukan. Akibatnya produk A akan menumpuk dan meningkatkan biaya gudang. Lebih celaka lagi bila ternyata kemudian B tidak memerlukan produk tersebut, maka tumpukan itu menjadi kesia-siaan. Konsep lama ‘push system’ ini masih kita temui di kantor-kantor pemerintah (termasuk di kampus saya). Banyak sekali alat-alat kantor yang terus dikirim oleh bagian logistik ke bagian tata usaha di jurusan kami, sehingga banyak alat kantor memenuhi lemari simpan, padahal sebenarnya tidak diperlukan! Alasannya sederhana, sudah menjadi jatah sesuai budget (tapi kenapa tidak diberi keleluasaan memilih barang?).

Jadi dalam konsep pull system, sebuah mesin yang menganggur lebih baik daripada berproduksi yang hanya akan menciptakan suatu kesia-siaan (waste).

Dalam pull system perlu ditekankan pentingnya produksi yang mengikuti permintaan hingga kapasitas maksimum terpenuhi. Artinya, ketika B meminta A untuk berproduksi terus meningkat, maka A akan memproduksinya hanya sampai batas kemampuannya. Tidak ada penambahan kapasitas produksi A walaupun permintaan B meningkat tajam. Misalnya toko tadi meminta pengiriman susu yang biasanya 10 menjadi 30 per hari. Padahal kapasitas pemasok hanya 20 per hari. Maka pemasok yang mengikuti prinsip Toyota akan berkata tegas bahwa hanya akan memasok hingga 20 susu. Tidak lebih. Mengubah kapasitas sesuai permintaan sementara, akan membahayakan sistem A. Bagaimana kalau permintaan pelanggan tidak terlayani? Ternyata Toyota tidak peduli! Membangun sistem yang handal lebih penting daripada respon tanpa rencana terhadap permintaan konsumen. Bila permintaan terus tinggi, dan perusahaan mempunyai modal cukup, barulah Toyota akan meningkatkan kapasitasnya dengan sangat pelan-pelan. Itulah mengapa bisa kita lihat bahwa Toyota tegas menawarkan indent pembelian mobil Avanza dan Xenia hingga berbulan-bulan tanpa takut kehilangan pesanan. Dengan sikap tegas seperti itu maka kualitas produksi akan terjaga, yang menjadi dasar kepuasan konsumen jangka panjang.

Pull system untuk diri

Akan menyenangkan kalau perusahaan (kantor kita) menerapkan konsep ini. Keteraturan akan terjaga yang selanjutnya menjadikan suasana kerja kantor menjadi sehat bagi karyawan. Sayangnya kondisi ideal ini jarang terjadi. maka mari kita lihat bagaimana konsep ini bisa kita jalankan buat kita sendiri.

Ada dua hal menarik dari konsep ‘pull sistem’ ini yang bisa kita terapkan untuk diri sendiri (syukur-syukur kantor Anda bekerja juga setuju untuk menerapkan konsep ini), yaitu :

  1. bekerja dengan mengambil dari ‘rak tugas’ (bayangkan seperti kita mengambil dari rak supermarket)
  2. bekerja dengan suatu kapasitas maksimum yang jelas (jumlah slot pada rak terbatas)

Mengambil dari rak tugas

Kita bekerja mengikuti permintaan pelanggan, bukan dengan cara disodori tugas tapi dengan mengambil tugas dari ‘rak’ yang tersedia. Walau tampak sederhana, konsep ini sangat penting. Kita menentukan sendiri kecepatan kerja kita.

Dalam sistem Kanban di Toyota, pekerja mengambil komponen dari rak tersedia (misalnya hanya 2 barang), kemudian menggantinya dengan kartu permintaan. Kartu ini kemudian dikirim ke bagian logistik (gudang) yang kemudian akan mengirimkan 2 barang pengganti. Kira-kira begitulah penyederhanaannya.

Mari kita membuat rak-rak tugas kita. Definisikan dulu peran-peran Anda (seperti saran dalam Seven Habits nya Covey), misalnya sebagai ayah, suami, anak (kepada orang tua Anda), tetangga, karyawan, bos, diri sendiri, dan hamba Tuhan. Untuk setiap peran, tuliskan tugas atau target yang ingin dilakukan (misalnya sebagai anak akan menelpon orang tua di akhir minggu, sebagai ayah akan mengajak anak main sepeda, sebagai karyawaan akan membuat materi presentasi, dll). Dari daftar tugas-tugas itu (jangan ngeri bila banyak dan menumpuk, kita akan atasi satu per satu), kita ambil mulai dari yang terpenting untuk ditaruh pada jadwal mingguan (misalnya menelpon hari minggu pagi, bersepeda sabtu sore, membuat presentasi kamis malam, dll). Dengan menuliskan berbagai tugas itu saja sudah banyak meringankan beban pikiran. Nah, setelah mengambil dari ‘rak tugas’ (berarti Anda yang memilih) dan kemudian menyediakan slot waktu pengerjaannya dengan jelas, maka hati menjadi lebih ringan. Minggu depan kita ambil tugas yang lain lagi dari rak tugas kita.

Bekerja dengan kapasitas maksimum

Apa yang membatasi kita? Perhatian kita! Sering orang salah mengatakan yang membatasi adalah waktu kita, padahal banyak sekali waktu telah disediakan namun karena perhatian (atensi) minimum maka hasilnya buruk. Kapasitas kita selaras dengan kemampuan atensi kita.

Ketika Anda menjadwalkan tugas, sebenarnya Anda menjadwalkan atensi. Kita perlu tegas untuk membatasi kapasitas maksimum dari atensi kita, tentunya agar hidup kita menjadi sejahtera. Kita perlu memberi atensi kepada pasangan kita, kuliah kita, ibadah kita, pekerjaan kita, dan lainnya. Banyak selebritis yang sukses namun merasa kesepian karena gagal memberikan atensi untuk orang-orang yang dicintainya. Hidupnya habis hanya untuk pekerjaan. Seperti Toyota, kita perlu tegas menyatakan, “Stop, kapasitas saya hanya sampai segini”. Tentu saja tidak mudah bagi kita yang karyawan untuk mengatakan tidak kepada Bos. Cara mengatakannya bisa dengan menunjukkan berbagai tugas yang telah diberikan oleh Bos, lalu minta beliau memilihkan mana yang terpenting untuk diselesaikan lebih dahulu. Bila kita sering lembur, menunjukkan bahwa hidup kita tidak sehat. Bila banyak karyawan sering lembur, juga menunjukkan bahwa perusahaan tidak sehat (bertolak belakang dari anggapan bahwa banyak lembur pasti sedang banyak proyek, pasti sedang sukses. Makin banyak lembur artinya makin tidak sukses dalam cara pandang Toyota).

Strategi jadwal mingguan yang disarankan Covey mempunyai keunggulan fleksibilitas manajemen atensi. Kalau satu kegiatan luput dilakukan pada hari Senin, maka mungkin ada kegiatan hari Rabu yang ditukarkan ke Senin, sedangkan yang luput tadi digeser ke Rabu. Mungkin suatu tujuan dikombinasikan, misalnya saya biasa menulis artikel di ponsel saya bila sedang antri di bank (menunggu antrian bernilai rendah, bisa kita isi dengan yang lebih bernilai, tentu saja perlu kita siapkan ‘enabler’ untuk itu), atau misalnya mendengarkan audio book dalam perjalanan dari rumah ke kantor. Juga termasuk jadwal meliburkan diri! (Seharian di rumah bersantai dan tidur saja.) Sejujurnya dengan jadwal mingguan saya merasa menjadi lebih produktif.

Saya berusaha menerapkan konsep ‘pull system’ ini walaupun tentu tidak mulus. Saya kira dengan hidup lebih terencana (bikin daftar tugas dari berbagai peran, lalu agendakan secara mingguan) hidup kita akan menjadi lebih sehat. Kita ini bukan sekedar makhluk ekonomi yang hidupnya hanya buat kerja, kan?

No comments:

Humanity|Respect|Try To Not Cry